Suhendar, S.H., M.H.
Ketua DPC Peradi Indramayu/Dosen Hukum Tata Negara Universitas Wiralodra Indramayu
Suburjagat .co.id | Indramayu – Kebijakan Presiden Prabowo yang memberi Abolisi dan Amnesti kepada 1.116 menjelang hari kemerdekaan Indonesia ke 80 adalah konstitusional. Kebijakan Presiden yang diajukan kepada DPR melalui Surat Presiden (Surpres) agar DPR memberikan pertimbangan adalah hal yang lumrah dan diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Ini adalah semacam hak prerogatif Presiden (kepala negara), atau tepatnya hak konstitusional Presiden.
Kebijakan ini terkesan politicking, akan tetapi ini dapat ditampik karena pemberian amnesti dan abolisi tdk hanya kepada politisi, namun termasuk pada perkara kejahatan politik dan penghinaan terhadap penguasa dan perkara pidana lainnya.
Pemberian amnesti dan abolisi kepada HK dan TL ada terkesan surprise (kejutan) karena kedua tokoh tersebut saat kontestasi pemilu 2024 berada dalam barisan lawan Presiden terpilih dan di sisi lain perkara kedua tokoh tersebut menyita perhatian publik selain memang kontroversial dan ada polemik hukum dalam perkaranya. Namun saya meyakini, tentunya Presiden memiliki pertimbangan hukum an sich. Kendati Surpres tersebut terlebih dahulu dimintakan pertimbangan dahulu kepada DPR sebagai lembaga politik, namun hal tersebut msh dalam hak-hak Presiden yg diatur dalam konstitusi (UUD NRI 1945).
Bahwa kebijakan amnesti dan abolisi (khususnya kepada kedua tokoh) tersebut adalah bentuk sikap kenegarawanan Prabowo sebagai Presiden dan penggunaan gezag Presiden yang tepat dalam momentum memeringati hari kemerdekaan. Dan kepada perangkat aparat penegak hukum di lingkungan kekuasaan eksekutif (Penuntut Umum) harus tunduk kepada kebijakan (pemberian amnesti dan abolisi) presiden ini.
